Pelonggaran LTV Belum Dimanfaatkan Perbankan, Apa Penyebabnya?
BintangBola - Bank Indonesia (BI) menyatakan, kebijakan pelonggaran rasio Loan to
Value (LTV) yang diambil bank sentral belum banyak dimanfaatkan oleh
perbankan. Perbankan dinilai masih terlalu berhati-hati dalam
mengucurkan kreditnya.
"Ada pelonggaran LTV, tapi bank itu belum banyak yang
memanfaatkan pelonggaran. Kalau bank-bank bisa memanfaatkan pelonggaran
tersebut tentu akan lebih baik dari sisi suplai kreditnya," kata Deputi
Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara seusai sambutan penandatanganan
nota kesepahaman antara BI dengan Persatuan Perusahaan Realestat
Indonesia (REI) di Jakarta kemarin.
Dilansir oleh Agen Bola, Mirza menilai hal tersebut terjadi karena perbankan masih berhati-hati
dalam menyalurkan kredit properti, termasuk kredit pemilikan rumah
(KPR). "Masing masing bank punya kebijakan sendiri.
Mereka melihat
bagaimana non-performing loan (NPL), siklus ekonomi yang saat ini sedang
recovery dan lain-lain," ujar dia. Namun, Mirza mendorong agar
perbankan lebih optimistis dalam penyaluran KPR dan berani memanfaatkan
pelonggaran LTV yang diberikan BI.
Sementara itu, terkait dengan LTV spasial, BI mengaku masih akan
terus melakukan studi terkait penerapannya. Menurut Mirza, BI melakukan
studi karena tidak semua negara menerapkan LTV spasial. "Karena tidak
semua negara ada LTV spasial, ada beberapa negara juga yang punya,"
ujarnya.
Mirza memaparkan, dalam penerapan LTV spasial harus tersedia data
dengan jumlah jauh lebih banyak dari yang saat ini dimiliki bank
Indonesia. Maka dari itu, BI bersama REI menyepakati kerja sama dalam
rangka pengumpulan dan pertukaran data dan/atau informasi khususnya
mengenai properti, terutama di sektor perumahan.
Dengan informasi yang lebih menyeluruh baik dari sisi pelaku
industri properti, konsumen, maupun perbankan diharapkan kebijakan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dapat memberikan manfaat yang optimal
bagi kinerja properti yang lebih sehat dan kuat, yaitu akselerasi
pertumbuhan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian bagi
lembaga keuangan penyalur pembiayaan.
"Kami bisa dapatkan data lebih banyak lagi, supaya data bisa lebih banyak dan akurat," urai dia.
Ketua umum Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata
berharap perbankan nasional bisa segera memanfaatkan pelonggaran LTV.
Hal itu menurutnya akan bisa mendorong pertumbuhan sektor properti
nasional.
"Pelonggaran LTV sekarang sudah dilakukan BI dan sebaiknya bank
nasional bisa laksanakan itu kalau propertinya mau tumbuh," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Direktur BTN Budi Satria mengungkapkan,
sebetulnya perbankan sudah memanfaatkan pelonggaran LTV ini. Hanya saja
memang demand-nya masih tumbuh terbatas dan belum seperti yang
diharapkan.
Contohnya KPR BTN, pada awal tahun ini juga sudah tumbuh dibandingkan sebelumnya kurang lebih 18% yoy.
“Hanya saja memang untuk konstruksi belum seperti yang diharapkan,
mungkin masih wait n see dan juga karena masih awal tahun. Diharapkan
akan tumbuh lebih baik pada kuartal kedua ini,” ungkap dia saat
dihubungi kemarin.
Pengamat Ekonomi Indef Eko Listyanto menilai, dampak LTV biasanya
memang tidak bisa langsung atau istilahnya ada ‘time lag’ karena
berkaitan dengan daya beli di sektor properti.
“Nah, dengan gambaran sisi makro yang hanya akan tumbuh sekitar 5%
atau tidak jauh beda dengan tahun lalu, maka perbankan masih menahan
untuk ekspansi kredit di sisi properti,” kata Eko.
Di sisi permintaan, kata dia, calon pembeli rumah sepertinya juga
belum terlihat peningkatan income yang sig nifikan sehingga belum
antusias menyambut pelonggaran LTV.
Menurut dia, kedua fenomena sisi penawaran (oleh bank) dan
permintaan (calon pembeli rumah) tersebut ditambah lagi dengan risiko
kenaikan harga energi dan fluktuasi nilai tukar yang membuat
kecenderungan potensi kenaikan suku bunga.
“Jadi, akhirnya masyarakat masih menunda punya rumah karena
risiko meningkat, sementara pendapatan tidak meningkat sebanding
kenaikan risiko,” ungkap dia.
Eko menuturkan, pertimbangan mengajukan kredit rumah yang jangka
panjang biasanya juga lebih banyak atau lebih hati-hati bagi konsumen.
“Bank pun biasanya lebih selektif mengingat dalam kredit jangka
panjang, juga tersimpan potensi risiko jangka panjang,” kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar