BintangBola - Kasus suap PLTU Riau-1 memasuki tahapan baru. Lembaga antirasuah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Sekretaris
Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham.
Mantan Menteri Sosial (Mensos) yang sudah dijadikan tersangka kasus
dugaan suap PLTU Riau-1 ditahan usai menjalani pemeriksaan perdana
sebagai tersangka.
"Ditahan 20 hari pertama di Rutan cabanh KPK di Kavling K-4," ujar
Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (31/8/2018).
Saat keluar dari Gedung KPK, Idrus yang sudah mengenakan rompi
tahanan berwarna oranye tersenyum kepada awak media. Idrus menyatakan
diri akan kooperatif menjalani proses hukum suap PLTU Riau-1.
"Seperti yang sudah saya jelaskan tadi dan sebelumnya, saya
menghormati proses hukum yang dilakukan KPK dan saya dari awal
menyatakan siap mengikuti seluruh proses-proses dan tahapan-tahapan yang
ada," ujar Idrus.
Dia mengatakan, dirinya sudah mempersiapkan diri jika ditahan usai
pemeriksaan. Idrus menyadari jika sudah menjadi tersangka, maka lambat
laun dirinya pasti akan ditahan.
"Dan saya sudah katakan semua, saya ikuti tahapan-tahapan ini, dan
semua saya hormati semua langkah-langkah yang diambil," kata Idrus.
Sebelumnya, Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi Partai Golkar
Eni Maulani Saragih yang sudah jadi tersangka kasus ini, mengungkap
adanya suap dalam proyek senilai US$ 900 juta itu.
Bahkan, Eni sudah mengembalikan uang suap yang dia terima dari proyek
PLTU Riau-1 kepada penyidik KPK. Eni diketahui menerima suap dari
tersangka Johanes Budisutrisno Kotjo selaku pemilik Blackgold Natural
Insurances Limited.
"Tadi saya juga dapat informasi tersangka EMS (Eni Maulani Satagih)
juga sudah mengembalikan uang senilai Rp 500 juta pada penyidik," ujar
Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 30
Agustus 2018.
KPK menetapkan tiga tersangka, yakni Eni Maulani Saragih, pemilik
Blackgold Natural Insurance Limited Johanes Budisutrino Kotjo, dan
mantan Sekjen Golkar Idrus Marham. Idrus diduga secara bersama-sama
dengan Eni menerima hadiah atau janji dari Johanes terkait kasus ini.
Idrus disebut berperan sebagai pihak yang membantu meloloskan
Blackgold untuk menggarap proyek PLTU Riau-1. Mantan Sekjen Golkar itu
dijanjikan uang USD 1,5 juga oleh Johanes jika Johanes berhasil
menggarap proyek senilai USD 900 juta itu.
Proyek PLTU Riau-I sendiri masuk dalam proyek 35 ribu Megawatt yang
rencananya bakal digarap Blackgold, PT Samantaka Batubara, PT Pembangkit
Jawa-Bali, PT PLN Batubara dan China Huadian Engineering Co. Ltd.
KPK sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan suap ini,
mereka di antaranya Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, serta Direktur
Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi Gunawan Y Hariyanto. Kemudian
Direktur Utama PT Pembangunan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara dan
Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudi Herlambang.
Pemeriksaan terhadap mereka untuk mendalami kongkalikong PT
Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait penunjukan
langsung perusahaan Blackgold, PT Samantaka Batubara, PT Pembangkit
Jawa-Bali, PT PLN Batubara dan China Huadian Engineering Co. Ltd menjadi
satu konsorsium yang menggarap proyek tersebut.
Apalagi, dari balik jeruji besi, Eni Saragih sempat mengungkap peran
Sofyan Basir dan Kotjo sampai PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai
asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai
mitranya.
Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan
Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian
bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk
mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-1.
Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-1.
Melansir dari halaman
Agen Bola, Eni Maulani Saragih yang sudah jadi tersangka kasus ini menyatakan,
dia hanyalah petugas partai. Dugaan adanya uang suap dari proyek PLTU
Riau-1 yang digunakan untuk Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub)
Partai Golkar pun sempat dibenarkan Eni.
"Memang ada duit yang Rp 2 miliar saya terima, sebagian, saya ini kan
untuk munaslub," kata Eni usai diperiksa, Senin 27 Agustus 2018.
Eni sendiri saat Munaslub Partai Golkar pada Desember 2017 merupakan
Bendahara Umum Munaslub. Sedangkan Partai Golkar saat itu dinahkodai
oleh Idrus Marham selaku pelaksana tugas Ketua Umum Golkar menggantikan
Setya Novanto.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Eni kerap melapor Idrus usai menerima uang suap dari Johanes.
"Eni itu ketika menerima uang, dia selalu melapor ke Idrus Marham, untuk disampaikan," ujar Alex.
Bahkan Alex menegaskan, penyidik sudah menemukan bukti adanya uang
suap yang diterima Eni Saragih dipergunakan untuk Munaslub Partai
Golkar.
Diketahui Munaslub Partai Golkar pada pertengahan Desember 2017 untuk
mengukuhkan Airlangga Hartarto menjadi ketua umum menggantikan Setya
Novanto.
Baca Juga: Gubernur Nonaktif Aceh Irwandi Yusuf Kembalikan Rp 39 Juta ke KPK
"Dan juga Idrus Marham mengetahui, Eni itu menerima uang, dan
sebagian dari uang itu digunakan untuk Munaslub Golkar, pada saat itu
kan Idrus Marham sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar," kata Alex.
Bahkan, Alex mengatakan pihaknya akan mendalami apakah bisa menjerat
Partai Golkar yang diduga menerima aliran dana suap dengan pasal yang
biasa diterapkan untuk korporasi.
Airlangga Hartarto sendiri membantah adanya uang suap Rp 2 miliar yang masuk untuk Munaslub partai berlambang beringin.
"Terkait dana ke Partai Golkar, dari hasil informasi dan pernyataan
ketua OC Pak Agus Gumiwang, mengatakan tidak ada. Dan dari ketua panitia
penyelenggara Munaslub (juga) tidak ada, dan dari bendahara Golkar juga
tidak ada (aliran dana ke Munaslub Partai Golkar)," kata Airlangga pada
Senin 27 Agustus 2018.
Sangkalan dari Airlangga tak dihiraukan oleh Alex. Menurut dia,
setiap orang mempunyai hak untuk tidak mengakui perbuatannya. Namun
bantahan tersebut akan terpatahkan dengan bukti yang dimiliki KPK.
"Ya, semua orang boleh menyangkal, boleh membantah ya, tapi nanti kan
akhirnya di pembuktian gitu kan. Eni sendiri ketika ditangkap itu kan
menjabat sebagai bendahara. Ya memang kita enggak bisa memisahkan
uangnya Eni yang diterima Eni itu kan. Itu digunakan untuk apa saja,
yang jelas bendahara umum dan yang bersangkutan sudah menyampaikan salah
satunya digunakan untuk munaslub," kata Alex.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menegaskan biaya munaslub
2017 tidak menggunakan dana hasil korupsi seperti pengakuan Eni Maulani
Saragih. Ace mengatakan, biaya munaslub murni dari internal Partai
Golkar.
"Saya tegaskan pembiayaan Munaslub 2017 tidak ada uang yang
aneh-aneh. Semua dibiayai dari iuran anggota dari anggota Fraksi Golkar
yang berikan sumbangan munaslub," kata Ace di Jakarta, Kamis 30 Agustus
2018.
Dia menuturkan, Golkar memiliki uang kas yang cukup untuk acara
tersebut. Golkar tidak pernah menggunakan dana hasil suap yang diperoleh
Eni untuk penyelenggaraan Munaslub 2017.
"Kita harus tahu bahwa penyelenggaraan itu dibagi dua, ada SC (Steering Committee) dan OC (Organizing Committee).
Kalau dalam pemberitaan dibilang uang suap itu dipergunakan SC untuk
penginapan dan konsumsi itu salah besar. Itu kan adanya di OC bukan di
SC," tutur Ace.
Menurut dia, apa yang dikatakan Eni adalah pernyataan sepihak yang
tidak memiliki dasar dan bukti apapun. Hal ini sudah dikonfirmasi kepada
panitia munaslub.
"Kami telah konfirmasi kepada Ketua OC Munaslub (Golkar), Pak Agus
Gumiwang Kartasasmita, dan Pak Ibnu Munzir sebagai Ketua SC, bahwa
keduanya tidak pernah mendapatkan uang sepeserpun dari Eni," Ace
menjelaskan.
Lebih lanjut, tindakan Eni tersebut juga tidak ada kaitannya dengan Golkar. Saat ini posisi Eni sudah dicopot dari Golkar.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich
Paulus mengatakan tidak ada duit yang masuk ke partai lantaran sumber
dana berasal dari iuran anggota.
Golkar menyatakan siap diaudit soal dugaan aliran dana korupsi PLTU Riau-1 ke Munaslub Golkar 2017.
"Pastilah kalau itu. Orang mengecek apakah ada atau tidaknya. Namanya
munaslub itu sumber anggaran kita berdasarkan AD/ART yang mengatur itu
ya dari iuran anggota itu," ujar Lodewijk di Posko Cemara, Menteng,
Jakarta Pusat, Selasa 28 Agustus 2018.
Namun, dia berjanji bakal menelusuri apakah ada kader
Partai Golkar yang memang bermain atau tidak. "Manakala ada oknum yang
bermain itu kita mau ngecek apakah ada oknum itu," imbuh Lodewijk.
Dia mengatakan pihaknya juga akan menunggu hasil penyidikan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia berjanji mempelajari temuan komisi
antirasuah itu.
"KPK kan sedang bekerja, kalau temuan-temuan mereka pasti diberikan
kepada kita ya tentunya akan diberikan kepada kita," kata Lodewijk
Freidrich Paulus.